Sabtu, 14 Mei 2016

MENELUSURI SENI BUDAYA TIONGHOA - COKEK


foto:jakartaterkini.com

Bagi masyarakat Betawi dan keturunan Tionghoa di Indonesia, tarian Cokek yang merupakan pelengkap kesenian musik Gambang Kromong bukanlah barang baru. Bagi komunitas ini, gambang kromong sendiri sudah dikenal sejak abad ke-13. Ketika itu musik gambang ini muncul dari hasil ”perkawinan silang” antara budaya Tionghoa dan Jawa di Batavia (Jakarta). Dimana alat-alat musik asal negeri Tirai Bambu seperti ho-siang, teh-hian, gi-hian, kong-gang-hian, sambian, pan dan suling berhasil dipadukan dengan gamelan pelog atau salendro.

Dari penggabungan inilah kemudian muncul kesenian gambang yang menjadi simbol gengsi bagi masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia pada umumnya dan Tangerang pada khususnya. Karena pada zaman dulu, sebuah pesta atau acara akan dianggap kurang afdol jika tanpa diiringi musik gambang. Bahkan pamor si pemilik hajat bisa jatuh tanpa kehadiran kesenian lokal yang menjadi ciri khas masyarakat Betawi ini. Kemudian pada perjalanannya, musik gambang kromong ini terus berkembang dan mulai dilengkapi oleh sejumlah penari sebagai pelengkapnya atau kini dikenal dengan istilah cokek.

Mengenai asal-usul tradisi lokal masyarakat Betawi dan Cina Benteng (sebutan keturunan Tionghoa di Tangerang) ini ada banyak sekali versinya. Dalam versi pertama disebutkan bahwa cokek diperkirakan berkembang sejak mulai adanya tuan-tuan tanah yang menguasai Jakarta tepatnya di daerah Beos (Kota) awal abad ke-19. Ketika itu para tuan tanah kaya punya kebiasaan menggelar pesta setiap malam Minggu. Mereka umumnya memiliki pembantu yang mahir bermain musik gambang kromong dan penari-penari wanita. Gadis-gadis muda ini berfungsi untuk melayani tamu-tamu lelaki untuk menari. Mereka itulah yang kemudian disebut sebagai penari cokek yang berasal dari bahasa Hokkian, Cio Kek.

Versi kedua menyatakan cokek berasal dari daerah Teluk Naga ataupun Mauk, Kabupaten Tangerang. Pada saat itu, daerah Tanjungkait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek dan mempunyai sebuah kelompok musik beranggotakan tiga orang bertocang (rambut kepang satu) dari daratan Cina. Ketiga orang ini membawa tiga buah alat musik yaitu, Te`yang, Su Khong dan Khong ayan, yang kemudian alat-alat musik ini menjadi cikal bakal kesenian gambang kromong. Pada akhirnya kesenian ini mendapat sisipan tarian yang diperagakan oleh gadis-gadis penari yang kemudian disebut sebagai Cokek. Kemungkinan ini diambil dari nama Tan Sio Kek. Adapun lagu-lagu gambang kromong yang biasa mengiringi tarian cokek antara lain Gelatik Nguk – nguk, Cente Manis Dipatok Burung, Surilang Enjot-enjotan dan lain-lain. Dan biasanya dalam kesenian ini selalu ditampilkan gerakan erotis sang penari.

Tanpa Erotisme
Tarian erotis tersebut begitu melekat dalam tubuh cokek sehingga membuat preseden negatif terhadap kesenian ini. Beruntung, kemudian ada sejumlah orang yang mencoba merubah image negatif kesenian berbau Tionghoa ini. Lalu, mereka bekerja sama dengan Subdin Pariwisata, Kota Tangerang menciptakan cokek rengganis yang jauh dari kesan erotis pada tahun 2002 lalu.  

”Ketika itu kami ingin menjadikan cokek sebagai sebuah seni bermutu dengan menghilangkan unsur erotisme di dalamnya. Namun kami tidak ingin menghilangkan beberapa unsur penunjang yang kaya dengan budaya campuran Cina, Betawi dan Jawa ini. Atas dasar pemikiran inilah kemudian tercipta cokek rengganis yang lain dari cokek biasa. Dan ternyata sambutannya cukup baik,” tutur Yusep Jelani, salah seorang tokoh pembina cokek. 

Lewat rengganis, lanjutnya, cokek tak lagi mengesampingkan unsur erotisme sebagai daya tarik tapi menekankan dinamisme gerak si penari. Sehingga orang mau menonton tariannya dan bukan erotisme seperti selama ini.  

”Dan nyatanya cokek rengganis tetap disukai oleh masyarakat di Tangerang baik yang keturunan Tionghoa atau bukan. Bahkan kami juga sering mendapatkan beberapa tawaran pementasan dari berbagai daerah di Indonesia. Sehingga cokek tetap akan menjadi daya tarik wisata di masa mendatang,” ujar Kasi Promosi Subdinas Pariwisata ini. Mudah-mudahan cokek dapat menjadi sajian manis tanpa unsur erotis.[Ira&Roy-Citynews]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar