foto:jakartaterkini.com |
Bagi masyarakat Betawi dan keturunan
Tionghoa di Indonesia, tarian Cokek yang merupakan pelengkap kesenian musik
Gambang Kromong bukanlah barang baru. Bagi komunitas ini, gambang kromong
sendiri sudah dikenal sejak abad ke-13. Ketika itu musik gambang ini muncul
dari hasil ”perkawinan silang” antara budaya Tionghoa dan Jawa di Batavia
(Jakarta). Dimana alat-alat musik asal negeri Tirai Bambu seperti ho-siang,
teh-hian, gi-hian, kong-gang-hian, sambian, pan dan suling berhasil dipadukan
dengan gamelan pelog atau salendro.
Dari penggabungan inilah kemudian
muncul kesenian gambang yang menjadi simbol gengsi bagi masyarakat keturunan
Tionghoa di Indonesia pada umumnya dan Tangerang pada khususnya. Karena pada
zaman dulu, sebuah pesta atau acara akan dianggap kurang afdol jika tanpa
diiringi musik gambang. Bahkan pamor si pemilik hajat bisa jatuh tanpa
kehadiran kesenian lokal yang menjadi ciri khas masyarakat Betawi ini. Kemudian
pada perjalanannya, musik gambang kromong ini terus berkembang dan mulai
dilengkapi oleh sejumlah penari sebagai pelengkapnya atau kini dikenal dengan
istilah cokek.
Mengenai asal-usul tradisi lokal
masyarakat Betawi dan Cina Benteng (sebutan keturunan Tionghoa di Tangerang)
ini ada banyak sekali versinya. Dalam versi pertama disebutkan bahwa cokek
diperkirakan berkembang sejak mulai adanya tuan-tuan tanah yang menguasai
Jakarta tepatnya di daerah Beos (Kota) awal abad ke-19. Ketika itu para tuan
tanah kaya punya kebiasaan menggelar pesta setiap malam Minggu. Mereka umumnya
memiliki pembantu yang mahir bermain musik gambang kromong dan penari-penari
wanita. Gadis-gadis muda ini berfungsi untuk melayani tamu-tamu lelaki untuk
menari. Mereka itulah yang kemudian disebut sebagai penari cokek yang berasal
dari bahasa Hokkian, Cio Kek.
Versi kedua menyatakan cokek berasal
dari daerah Teluk Naga ataupun Mauk, Kabupaten Tangerang. Pada saat itu, daerah
Tanjungkait dikuasai oleh tuan tanah bernama Tan Sio Kek dan mempunyai sebuah
kelompok musik beranggotakan tiga orang bertocang (rambut kepang satu) dari
daratan Cina. Ketiga orang ini membawa tiga buah alat musik yaitu, Te`yang, Su
Khong dan Khong ayan, yang kemudian alat-alat musik ini menjadi cikal bakal
kesenian gambang kromong. Pada akhirnya kesenian ini mendapat sisipan tarian
yang diperagakan oleh gadis-gadis penari yang kemudian disebut sebagai Cokek.
Kemungkinan ini diambil dari nama Tan Sio Kek. Adapun lagu-lagu gambang kromong
yang biasa mengiringi tarian cokek antara lain Gelatik Nguk – nguk, Cente Manis
Dipatok Burung, Surilang Enjot-enjotan dan lain-lain. Dan biasanya dalam
kesenian ini selalu ditampilkan gerakan erotis sang penari.
Tanpa
Erotisme
Tarian erotis tersebut begitu melekat
dalam tubuh cokek sehingga membuat preseden negatif terhadap kesenian ini.
Beruntung, kemudian ada sejumlah orang yang mencoba merubah image negatif kesenian
berbau Tionghoa ini. Lalu, mereka bekerja sama dengan Subdin Pariwisata, Kota
Tangerang menciptakan cokek rengganis yang jauh dari kesan erotis pada tahun
2002 lalu.
”Ketika itu kami ingin menjadikan
cokek sebagai sebuah seni bermutu dengan menghilangkan unsur erotisme di
dalamnya. Namun kami tidak ingin menghilangkan beberapa unsur penunjang yang
kaya dengan budaya campuran Cina, Betawi dan Jawa ini. Atas dasar pemikiran
inilah kemudian tercipta cokek rengganis yang lain dari cokek biasa. Dan
ternyata sambutannya cukup baik,” tutur Yusep Jelani, salah seorang tokoh
pembina cokek.
Lewat rengganis, lanjutnya, cokek tak
lagi mengesampingkan unsur erotisme sebagai daya tarik tapi menekankan
dinamisme gerak si penari. Sehingga orang mau menonton tariannya dan bukan
erotisme seperti selama ini.
”Dan nyatanya cokek rengganis tetap
disukai oleh masyarakat di Tangerang baik yang keturunan Tionghoa atau bukan.
Bahkan kami juga sering mendapatkan beberapa tawaran pementasan dari berbagai
daerah di Indonesia. Sehingga cokek tetap akan menjadi daya tarik wisata di
masa mendatang,” ujar Kasi Promosi Subdinas Pariwisata ini. Mudah-mudahan cokek
dapat menjadi sajian manis tanpa unsur erotis.[Ira&Roy-Citynews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar