Oleh: Laretna T Adhisakti
Foto:dailymoeslem.com |
Berbicara mengenai kekayaan nusantara, Indonesia
memiliki lebih dari 500 suku bangsa dan bahasa yang keduanya bagian dari
pusaka. Batik telah lama dikenal sebagai salah satu pusaka Indonesia. Dalam
pengelompokan pusaka dunia, batik
termasuk dalam intangible heritage of humanity (pusaka yang tidak terlihat)
atau pusaka budaya yang tidak teraga dimana wayang juga termasuk di dalamnya,
dan sudah lebih dulu dipatenkan. Sementara dalam klasifikasi tangible heritage of humanity (pusaka
yang dapat dilihat/dirasa) Indonesia memiliki Candi Prambanan, Borobudur,
Sangiran, Pulau Komodo, Ujung Kulon, Bukit Barisan di Sumatera dan Bukit Lorens
di Papua, dan sebagainya. Pusaka ini biasanya lebih dikenal sebagai cagar
budaya. Pernyataan tersebut diungkap Laretna T Adhisakti, Dosen
sekaligus Koordinator dari Centre for Heritage Conservation Departement of
Architecture & Planning, Fakultas Mesin Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta.
Sejak tahun 2001 ada 90 dari sekitar 70 negara yang
masuk klasifikasi warisan pusaka dunia yang tergolong intangible herritage. Negara Cina menduduki peringkat paling banyak
yakni 4 buah pusaka, sedangkan Indonesia 2 buah yakni wayang dan keris. Penilaian
didasarkan pada proses membuat wayang dan mendalangnya. Dengan kata lain lebih kepada nilai-nilai yang teraga bukan materialnya.
Disamping 2 pusaka tersebut, Indonesia juga memiliki
kekayaan bahasa yang sangat beragam. Sebagai bagian intangible heritage bahasa menjadi identitas di suatu tempat, karenanya
penting untuk melestarikan dan mewarisakannya pada anak cucu. Intangible heritage selanjutnya adalah
ruang-ruang budaya dan tempat-tempat untuk festival. Di Toraja ada lokasi-lokasi
tersendiri untuk melakukan upacara adat, semisal upacara pemakaman.
Masyarakat Indonesia kini boleh berbangga, karena
batik telah dipatenkan oleh UNESCO sebagai pusaka budaya Indonesia yang disebut
Masterpiece of the Oral and Intangible
Heritage awal Oktober 2009 lalu. Sebagai lembaga internasional, UNESCO
memiliki penilaian sendiri terhadap sebuah pusaka. Terkait batik, diperlukan
proses pembuatan yang tidak singkat dan biasanya dikerjakan oleh masyarakat
bawah/kecil. Sebagai pusaka “high culture” batik kaya akan motif dan material. Sehingga
mereka yang termasuk pusaka bukan hanya batik tulis yang selama ini begitu
terkenal, tapi juga batik yang terkesan seperti sebuah coretan tangan dengan
bentuk yang variatif dan beragam.
Batik disebut Masterpiece
of the Oral and Intangible Heritage adalah terkait nilai-nilai non material
yang ingin diangkat, bukan material. Bila sebuah batik umumnya sangat menonjolkan
motif karena mengandung simbol-simbol bernilai tinggi, sebaliknya proses
pembuatannyalah yang mengandung nilai lebih tinggi.
Batik merupakan hasil sebuah proses, dan sudah diturunkan
dari generasi ke generasi. Dibuat dengan
titik-titik dan garis, dan dikerjakan langsung dengan tangan. Motif-motifnya
mengandung simbol tertentu. Bahkan ada yang menggunakannya sebagai upaya
meditasi. Bahkan bagi yang sedang mempelajari Yoga atau sejenisnya, batik bisa menjadi
salah satu alternatif.
Pencelupan menjadi proses yang tidak bisa dipisahkan
dalam membatik meskipun sekarang prosesnya banyak menggunakan kimia. Namun batik
yang prosesnya lebih dari 50 tahun biasanya menggunakan pewarna alam. Pada akhirnya UNESCO pun berharap agar para pengrajin dapat menggunakan pewarnaan alami seperti indigo karena limbahnya bisa
menjadi pupuk, dan menyuburkan tanaman.
Sementara itu dalam penelaahan lebih jauh, pembuatan batik dengan
mesin tanpa melakukan pencantingan, tanpa cap tanpa proses pencelupan sesungguhnya
bukan termasuk batik. Sebagai refleksi pribadi, kita dapat menengok apakah selama ini kita telah memakai batik sesungguhnya ataukah bukan, BMB (Batik memang
batik), atau BBB (Batik bukan batik)?”
Upah Minim
Penting untuk memakai batik asli sebagai bentuk
kepedulian terhadap para pengrajinnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa upah
para pengrajin di Indonesia sangat minim, akibatnya mereka hidup sangata
miskin. Tak heran banyak dari mereka yang memilih membatik di luar negeri. Seharusnya tiap kali memakai batik, kita perlu berhubungan dengan pengrajinnya, bahkan tahu siapa pembuatnya.
Melalui kepercayaan yang telah
diberikan UNESCO, sudah sepatutnya seluruh masyarakat Indonesia turut
melestarikan budaya Nusantara dengan cara menggunakan batik asli dan tidak yang menggunakan printing, menjauhi
penggunaan barang chemical dalam pencelupan batik, dan membeli batik yang memang
batik untuk membantu meningkatkan taraf hidup para pengrajinnya. [Ira-MediaMSI]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar